Jumat, 15 Juli 2011

Iklan Menyesatkan, Rupiah di Raup


Iklan menyesatkan operator tentang tarif murah bahkan tarif NOL rupiah ditentang keras IDTUG, lembaga yang concern memperhatikan kebijakan dan layanan telekomunikasi di Indonesia ini menentang keras soal tarif 0 rupiah bahkan gratis, bagi IDTUG Iklan tersebut sangat menyesatkan dan membohongi publik dan bahkan telah menipu konsumen seluler.

IDTUG juga menuding BRTI - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia- selaku wasit pada layanan operator seluler tidak becus bekerja dalam mengontrol layanan operator khususnya tarif seluler, padahal BRTI telah lama dibentuk pemerintah untuk mengawasi dan mewasiti layanan operator sehingga masyarakat tidak dirugikan.

Menurut M Jumadi, Sekjen IDTUG, iklan layanan operator Telkomsel dan XL khususnya telah membohongi konsumen, kebohongan ini pada tarif on net. “Kita telah menghitung dan menganalisa, bohong besar tarif 0 rupiah atau gratis, yang ada tarif yang dikenakan sesuka mereka, makanya kita bisa lihat pada laporan kinerja operator, khususnya XL, pendapatan mereka dari voice melonjak tinggi ketika iklan tersebut diluncurkan.”
Jumadi menilai, penipuan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini mengakibatkan pendapatan operator tersebut melonjak tinggi, namun masyarakat dirugikan. Untuk itu kata Jumadi, masyarakat bisa melaporkan soal ini ke ranah hukum dan menuntut operator sebagai pelaku tindak penipuan dimana diatur dalam UU Konsumen No 8 tahun 1999.

Jumadi menjelaskan, hitungan yang diberikan operator dengan iklan ataupun release yang disampaikan ke masyarakat bohong adanya, tarif 0 yang diberikan ke masyarakat hanya diberikan di 30 detik pertama saja, setelah itu masyarakat dikenakan tarif operator tersebut, ”ujung-ujungnya bukan murah atau gratis seperti yang di iklankan, malah jauh lebih mahal,” tandas Jumadi.
Berikut release yang pernah di sampaikan salah satu operator yang revenue perusahaan meningkat tajam pada laporan keuangannya setelah melempar iklan promo yang menyesatkan, ”XL Axiata XL kembali meluncurkan tarif nelpon untuk pelanggan XL Prabayar, yaitu Rp 0/detik dari ke sesama XL dan gratis SMS hingga 1000 SMS. Promo ini berlaku mulai 20 Desember 2010 hingga 28 February 2011”.

Direktur Marketing XL, Nicanor V Santiago mengatakan, ”XL kembali menunjukkan bahwa manfaat layanan telekomunikasi selular masih bisa terus dimaksimalkan. Kini memungkinkan bagi pelanggan nelpon dengan tarif Rp 0,- dari detik pertama selama 30 detik. Melalui promo ini, pelanggan juga akan mendapatkan tarif Rp 0,- untuk SMS hingga 1000 SMS dan juga Rp 0,- roaming XL blackberry di 7 negara. Jadi, kini pelanggan XL semakin mudah melakukan komunikasi baik voice maupun SMS, kapanpun dan di manapun, termasuk ketika bepergian ke luar negeri”

Nicanor menambahkan, promo tarif Rp 0,- dari detik pertama ini merupakan paket layanan yang ditujukan bagi seluruh pelanggan layanan XL Prabayar untuk nelpon ke sesama XL. Pelanggan akan bisa mendapatkan tarif Rp 0,- dari detik pertama selama 30 detik, selanjutnya akan dikenakan tarif Rp 25/menit. Perhitungan tarif selanjutnya disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pelanggan XL di masing-masing area/region.

Paket promo menarik ini akan langsung didapatkan oleh pelanggan baru yang mengaktifkan kartu XL Prabayar mulai 20 Desember 2010. Sementara itu untuk pelanggan lama akan bisa mendapatkan tarif ini dengan mengakses *123# pilih Paket Nelpon, lalu pilih Paket Reguler, lalu pilih Tarif Rp 0,-. Untuk SMS, pelanggan akan mendapatkan gratis 1000 SMS setelah mengirimkan beberapa SMS
Sementara, aturan tarif seluler ini menurut anggota BRTI Heru Sutadi, dari sisi UU, pemerintah dan regulator tidak mengatur tarif secara "angka" melainkan hanya menyediakan formula yang dipakai oleh para penyelenggara telekomunikasi.

Kebijakan dan formula tarif jasa telekomunikasi bergerak seluler maupun telepon tetap lokal ada di Permenkominfo No. 9/2008 dan 15/2008. Dimana formula tarif retail sebagai batas atas adalah biaya interkoneksi plus biaya aktivitas retail plus margin. “Persaingan tarif diserahkan pada mekanisme kompetisi. Di negara manapun, ketika kompetisi tidak berjalan sempuran, maka pemerintah dan regulator biasanya melakukan intervensi,” jelasnya.

Menurut heru, sejauh ini pemerintah tidak menetapkan tarif bawah untuk layanan telekomunikasi, hal itu guna memberi ruang untuk kompetisi. Sebab, kata Heru, ketika kita membuat tarif bawah, semua akan bermain di tarif bawah tersebut. Hal ini pernah terjadi, kata Heru, tarif SMS yang dipatok Rp. 300,- sehingga ketika ada operator menjual Rp. 100 menjadi dipertanyakan, padahal tarif yang lebih terjangkau juga baik bagi public atau pengguna. “Jika ada tarif dengan angka Rp. 0,- maka perlu diperhatikan apakah itu promo atau apa dengan melihat syarat dan ketentuan yang ada,” ujarnya.

Namun demikian, Heru mengingatkan, bahwa Iklan harus memperhatikan ketentuan UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsuman dan Etika Pariwara Indonesia. “Yang jelas, bagi BRTI iklan haruslah lengkap dan akurat,” tandasnya. Lengkap di sini, kata dia, informasi harus sejelas mungkin, terutama terkait dengan syarat dan ketentuan yang berlaku apakah itu menyangkut kartu perdana atau semua kartu, wilayah tertentu maupun jam tertentu. Selain lengkap harus juga akurat, misalnya gratis 100 SMS, “tarif Rp. 25/menit ya harus benar, ketika masyarakat menggunakan layanannya akan terkena Rp. 25/menit maupun mendapat gratis 100 SMS,” jelasnya. Jika tidak lengkap dan akurat, lanjut Heru, atau ada hal yang tidak pas, tidak segan-segan BRTI akan memangil operator bersangkutan, melakukan pengujian bahkan meminta mereka mengganti iklan.

Adanya indikasi penipuan terhadap iklan dan promo yang dilakukan operator seluler, menurut Heru, menipu atau tidak menipu harus diklarifikasi dan evaluasi lebih dulu. Jika dikatakan tidak ada syarat, kata dia, kemudian ternyata bersyarat, itu bisa disebut menipu. “Atau yang harusnya misalnya gratis 100 SMS, atau tarif Rp. 25/menit, ternyata SMS gratis tidak sesuai jumlah yang dijanjikan atau bahkan tidak didapat, tarif -nya tidak sesuai Rp. 25/menit, maka ini juga bisa disebut menipu,” ujarnya.

Namun bilamana terbukti menipu, BRTI tidak tegas terkait tersebut, Heru hanya menyebutkan “Sanksi kita jelas, ada yang kita peringatkan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat, sampai mereka kita minta menganti iklannya,” terangnya.

Dijelaskan Heru, sejauh ini tarif yang terkait dengan interkoneksi memang tarif off net, tapi untuk on net sebenarnya juga bisa dihitung berapa harga yang layak. Promosi boleh saja, kata Heru, tetapi perbedaan tarif antara brand memang dimungkinkan sesuai regulasi.

“Hanya, tetap aturannya informasi yang diberikan harus lengkap dan akurat. Jika ada yang tidak pas diterima masyarakat, masyarakat juga bisa mengadu ke BRTI atau menggugat operator bersangkutan,” tegasnya. “Bahkan yang bertanggung jawab bukan hanya operator saja jika ada kebohongan dalam beriklan, tapi agen iklannya juga harus bertanggung jawab.” tandas Heru.

Sementara Telkomsel tidak memberi jawaban sepatah kata pun mengenai hal ini, konfirmasi yang dilayangkan redaksi ke Humas Telkomsel tidak dijawab, Yanto Santoso, manager eksternal Corcom Telkomsel cuma mengatakan akan kordinasi ke GM nya, tetapi sampai berita ini diturunkan tidak ada klarifikasi soal ini.

Melihat situasi muslihat ini, bebrapa konsumen yang ditanyakan merasa diboongi dengan iklan operator tersebut, seperti kata Randy, yang aktif menggunakan telepon selulernya, “ya tentu saja saya diboongi, seharusnya iklan tersebut jelas redaksionalnya, kalau beginikan kita dibohongi namanya, dan pemerintah harus bertindak tegas atas ulah operator tersebut,” jelasnya.
Begitu juga yang dikatakan Yuni, “pantes saja, katanya gratis kok pulsa saya berkurang, saya juga aneh, saya kira ponsel saya yang bermasalah,” ujarnya. Yuni dengan tegas meminta regulasi memperhatikan aksi operator tersebut yang sudah merugikan konsumen. Yuni mengandaikan, bagaimana dengan jutaan orang yang telah dibohongi dengan iklan seperti itu, berapa rupiah yang dikeruk operator.

Menurut Jumadi, IDUG menganalisa, sejak iklan tersebut diluncurkan selama tiga bulan, terjadi kecendrungan revenue operator naik tajam, “hal ini bisa dilihat dari laporan kinerja operator, apalagi kalau bukan penyebabnya iklan yang menyesatkan tersebut,” ujar Jumadi. Dan Jumadi sekali lagi menegaskan supaya BRTI memantau dan memberi sanksi untuk itu.

Sedangkan bagi masyarakat yang dirugikan, kata Jumadi, bisa membawa persoalan ini ke ranah hukum, dengan melaporkan bahwa telah dirugikan. Hal ini kita lakukan agar iklim industry seluler sehat dan berbisnis dengan benar. “Ini bukan jaman dulu dimana konsumen bisa dikerjai, kalau memerlukan modal usaha ya jangan membohongi konsumen,” tegas Jumadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar